Muhamad Adna

Islamic Virtual Assistant

المساعد الافتراضي الإسلامي

Muhamad Adna

Islamic Virtual Assistant

المساعد الافتراضي الإسلامي

Blog Post

Hisbah dalam Konteks Tata Kelola Syariah dalam Keuangan Islam : perbandingan antara Indonesia dan Malaysia

December 4, 2025 Uncategorized

Dalam jurnal Febrina (2024)Hisbah dalam konteks tata kelola syariah dalam keuangan Islam : perbandingan antara Indonesia dan Malaysia, salah satu isu yang krusial adalah belum adanya standarisasi yang kuat dalam metode pengawasan syariah di Indonesia. Isu yang ada ini mempunyai dampak langsung terhadap kualitas kepatuhan syariah, stabilitas ekosistem keuangan nasional dan konsistensi fatwa. Apabila tidak ditangani secara teratur maka isu ini dapat berpotensi melemahkan kepercayaan publik dan menghambat perkembangan industri keuangan Islam di Indonesia. 

Fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan syariah di Indonesia masih bersifat terdesentralisasi. Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI mempunyai peran sebagai otoritas fatwa namun praktek pengawasan sehari-hari diserahkan kepada Dewan Pengawas Syariah (DPS) di masing-masing lembaga keuangan. Pola ini menghasilkan bermacam-macam interpretasi, ketajaman pengawasan serta kualitas audit antar lembaga keuangan. Sangat berbeda dengan Malaysia yang mengembangkan pendekatan terpusat melalui Shariah Advisory Council di bawah Bank Negara Malaysia. Indonesia belum mempunyai model standar yang memastikan konsistensi kepatuhan syariah antar lintas industri keuangan. 

Masalah pokok dari fenomena tersebut adalah terjadinya celah pengawasan (regulatory gap) dan ketidakseragaman praktek prinsip syariah. Pertama : adanya perbedaan kualitas keahlian anggota DPS baik dari sisi keilmuan ataupun pengalaman teknis pengawasan. Kedua : tidak semua lembaga melakukan audit secara lengkap karena keterbatasan sumber daya manusia. Ketiga : tidak adanya satu otoritas syariah yang mengikat secara teknis sehingga lembaga bebas menafsirkan fatwa sesuai kebutuhannya.Dampaknya adalah risiko ketidakpatuhan syariah (sharia non compliance risk) meningkat dan berpotensi kontradiksi antar produk atau kontrak semakin besar. Kondisi ini bertentangan dengan ruh Hisbah yang menekankan pengawasan moral dan konsistensi praktik pasar untuk menjamin keadilan dan transparansi. 

Cara menyelesaikan masalah ini adalah perlunya pendekatan sistemik yang melibatkan penguatan kelembagaan, harmonisasi regulasi dan peningkatan kemampuan pengawas syariah. Pertama : Indonesia perlu mengembangkan model pengawasan terpusat yang mirip dengan Malaysia supaya keputusan syariah yang bersifat teknis dan operasional dikonsolidasikan pada satu Majelis Syariah Nasional yang bekerja di bawah regulator. Model seperti ini tidak meniadakan DSN MUI tetapi memperkuat fungsi eksekusinya dalam konteks industri keuangan. Kedua : Perlunya standarisasi kurikulum kompetensi bagi anggota DPS termasuk sertifikasi wajib dalam fiqh muamalah dan tata kelola syariah modern. Ketiga : Audit syariah harus menjadi proses yang terstruktur dan diatur secara wajib bukan hanya sekedar rekomendasi. Keempat : Dibutuhkannya lembaga riset syariah nasional yang mendukung inovasi produk dan memberikan interpretasi lebih teknis terhadap fatwa sehingga keluarnya keputusan syariah tidak bersifat umum tetapi operasional.

Secara keseluruhan, penguatan standar pengawasan syariah adalah prasyarat penting untuk mewujudkan integritas system keuangan Islam di Indonesia. Jurnal ini menegaskan bahwa revitalisasi nilai-nilai Hisbah hanya dapat terwujud apabila pengawasan syariah menjadi lebih terarah, terpadu dan konsisten. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia berpotensi mengejar model tata kelola syariah Malaysia  tanpa kehilangan fleksibilitas yang menjadi karakter khas system hukum nasional. 

SUWARNO

Mahasiswa S2 IAI SEBI

Write a comment